Senin, 18 Februari 2013

SEMA Nomor 1 Tahun 1989 Pembantaran Tahanan


SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 1 TAHUN 1989
TENTANG
PEMBANTARAN (STUITING) TENGGANG WAKTU PENAHANAN BAGI 
TERDAKWA YANG DIRAWAT NGINAP DI RUMAH SAKIT DI LUAR RUMAH 
TAHANAN NEGARA ATAS IZIN INSTANSI YANG BERWENANG MENAHAN
  
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK 
INDONESIA
    
    Jakarta, 15 Maret 1989 
Nomor : MA/Kumdil/1780/III/1989  Kepada Yth. 
1.    Sdr. Ketua Pengadilan Tinggi 
2.    Sdr. Ketua Pengadilan Negeri 
di Seluruh Indonesia 
  
SURAT EDARAN
NOMOR 1 TAHUN 1989
  
Bersama ini diminta perhatian Saudara akan hal-hal sebagai berikut: 
  1.  Dalam Buku Himpunan Tanya jawab tentang Hukum Pidana yang diterbitkan Mahkamah Agung RI. pada halaman 20 nomor 34, oleh Mahkamah Agung telah diberikan petunjuk yang berbunyi sebagai berikut: "Selama terdakwa dalam perawatan rumah sakit jiwa maka penahanannya ditangguhkan (gestult), sehingga tidak akan ada masalah penahanan yang melebihi batas waktu". 
  2. Akhir-akhir ini sering terjadi terdakwa yang berada alam tahanan Rumah Tahanan Negara mendapat izin untuk dirawat-nginap di rumah  sakit di luar RUTAN, yang kadang-kadang perawatannya memakan waktu lama sehingga tidak jarang terjadi terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum karena tenggang waktunya untuk menahan telah habis. 
  3. Pada hakikatnya apabila terdakwa karena sakit yang dideritanya benar-benar memerlukan perawatan-nginap di rumah sakit, ia dalam keadaan tidak ditahanpun akan menjalani perawatan yang sama. Hal ini berarti bahwa bagi terdakwa yang benar-benar sakit, tidak ada tujuan tertentu yang dihubungkan dengan perhitungan tenggang waktu penahanan secara ketat diatur dalam KUHAP, kecuali sebagai suatu hal terpaksa dijalani yang bisa berakibat hilangnya suatu hak, kesempatan dan sebagainya. 
  4. Sehubungan dengan apa yang tersebut di atas Mahkamah Agung menganggap perlu serta dapat diterima oleh rasa keadilan masyarakat apabila petunjuk yang telah diberikan dalam Buku Himpunan tanya jawab tentang Hukum Pidana sebagaimana disebutkan dalam butir 1 di atas dipertegas pengertiannya, dalam arti tidak hanya menyangkut terdakwa yang berada dalam perawatan rumah sakit jiwa saja akan tetapi juga termasuk semua jenis perawatan yang nginap di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara. 
  5. Dengan demikian berarti bahwa setiap perawatan yang menginap di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara atas izin instansi yang berwenang menahan, tenggang waktu penahanannya dibantar (gestuit), pembantaran mana dihitung sejak tanggal terdakwa secara nyata dirawat-nginap di rumah sakit yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Rumah Sakit di tempat mana terdakwa dirawat. 
  6.  Pembantaran (stuiting) sebagaimana dimaksud dalam butir 5 tidak perlu memakai Penetapan tersendiri dari Ketua Pengadilan Negeri,  akan tetapi berlaku dengan sendirinya dan akan berakhir begitu terdakwa berada kembali dalam Rumah Tahanan Negara. 
  7. Setelah pembantaran (stuiting) selesai, tenggang waktu penahanan berjalan kembali dan dihitung sesuai ketentuan KUHAP. 
  8. Dengan sendirinya dalam perhitungan pengurangan  pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan, lamanya waktu terdakwa berada dalam perawatan-nginap di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara yang tenggang waktu penahannya dibantar (gestuit), tidak boleh dimasukkan atau ikut dihitung.  
  9. Selain itu perlu dipertegas kembali bahwa setiap perawat di rumah sakit di luar Rumah Tahanan Negara, baik yang menginap maupun yang tidak menginap, sesuai Pasal 9 Peraturan Menteri Kehakiman R.I. Nomor M.04.Um.01.06 tahun 1983 tentang Tata cara Penempatan, Perawatan Tahanan dan Tata Tertib Rumah tahanan Negara harus memperoleh izin terlebih dahulu dan instansi yang menahan sesuai tingkat pemeriksaan. 
Demikian agar mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari Saudara dan dilaksanakan 
sebagaimana mestinya. 
KETUA MAHKAMAH AGUNG RI 
Cap/Ttd. 
ALI SAID, SH. 
  
Tembusan: 
1. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman RI. 
2. Yth. Sdr. Jaksa Agung RI. 
3. Yth. Sdr. KAPOLRI. 
4. Arsip